SISI MATA BATIN

Rasa terburu-buru untuk sembuh, cepat kaya, atau bangkit dari keterpurukan adalah bentuk lain dari penolakan terhadap realitas saat ini. Ketika seseorang terlalu berhasrat ingin sembuh, itu berarti ia sedang memperkuat keyakinan bahwa dirinya masih sakit. Saat seseorang mengidamkan kekayaan dengan penuh tekanan, maka seluruh energinya sedang memancar dari titik "aku miskin". Energi semacam ini bukan mempercepat, tapi justru mengunci manifestasi dalam ruang “belum terjadi.”


Manifestasi tidak bekerja dengan desakan. Ia tunduk pada ketenangan, bukan kegelisahan. Ia mendekat saat kita menjauh dari dorongan ingin segera. Keinginan yang terlalu menggebu hanyalah pernyataan tak langsung bahwa sesuatu itu belum ada. Dan selama itu masih dianggap belum ada, maka semesta pun tunduk pada keyakinan tersebut: belum ada.


Bayangkan sebuah ilustrasi logis: kita masuk ke sebuah café, dan pelayan datang menanyakan pesanan. Kita berkata, “Saya ingin kopi.” Maka pelayan itu mencatat, berjalan ke barista, dan pesanan mulai dikerjakan. Dalam fase ini, kopi belum dihadirkan. Tapi bukankah kita tidak lantas berdiri marah-marah karena kopinya belum sampai? Kita tahu, kita tenang, karena proses sudah berjalan.


Jika di tengah menunggu kita gelisah, mondar-mandir, lalu berkata, “Ah, sudah lah, ini café tidak bisa dipercaya, saya pergi saja!” maka sesungguhnya kita sendiri yang membatalkan manifestasi kopi itu. Tidak ada yang salah dengan kopinya. Tidak ada yang gagal dalam prosesnya. Yang terjadi adalah: kita tidak percaya. Dan saat kita tidak percaya, energi kita memutus kontrak dengan semesta.


Lalu, pada titik ketika kopi itu akhirnya sampai ke meja kita, apa yang terjadi? Tidak ada lagi keinginan. Tidak ada desakan. Tidak ada rasa ingin. Karena kopi itu sudah ada. Ketika sesuatu sudah hadir, keinginan pun menghilang.


Inilah paradoks paling dalam dalam manifestasi: keinginan hanya ada saat wujud belum hadir, dan wujud hanya datang saat tidak ada lagi keinginan. Yang diperlukan bukan keinginan, tapi kesadaran bahwa ia sudah terjadi. Pikiran harus berada di akhir, di posisi di mana yang kita inginkan itu sudah kita alami. Kita tinggal di rumah mewah bukan karena ingin, tapi karena sudah berada di dalamnya meskipun secara fisik belum sampai.


Kunci manifestasi bukan ingin, tapi merasakan sudah. Rasa terburu-buru menciptakan jurang waktu antara sekarang dan hasil. Sedangkan manifestasi sejati hanya bisa hidup dalam keutuhan momen ini, tanpa celah waktu, tanpa perasaan belum, tanpa pengakuan kurang.


Semesta tidak merespon harapan, tapi resonansi. Bukan desakan, tapi penyelarasan. Bukan obsesi, tapi kepastian yang tenang. Dan semua itu hanya mungkin ketika keinginan sudah dilepaskan.

Anda terhenti di satu titik atau kata lain stuck spiritual?? urai lah dengan membuat sebuah perjalanan yang memicu percikan api spirit di dalam diri anda.

eng 110625/11.00

surakarta


Komentar

Postingan Populer