EYANG GALOGOSARI SANG PUTRA MAHKOTA YANG HILANG

Perjalanan salah satu Putra Mahkota Majapahit yang penuh dengan cerita menarik,beliau melakukan perjalanan pencarian jati diri dengan jalan spiritual menjalani laku musyafir atau perjalanan pengembaraan.Perjalanan beliau ini salah satu nya di karena kan keadaan Majapahit yang tak lagi kondusif hingga pada era itu banyak putra mahkota yang berpencar meninggalkan kerajaan besar tersebut,yang kita bahas kali ini salah satu dari banyak nya putra mahkota dari permaisuri maupun selir.

Di sebutkan dalam perjalanan sebuah nama Galogosari yang sebelum nya beliau adalah murid langsung dari eyang Sabdopalon di era nya,beliau adalah salah satu murid terbaik dalam hal kecakapan dan ilmu kanuragan,keistimewaan beliau ini menjadikan sang guru terkagum dan bangga,walaupun putra mahkkota dari selir namun eyang galogosari mempunyai bakat dari Ilahi yang mumpuni,dari semua keistimewaan nya itu salah satu nya beliau mampu berkomunikasi dengan makhluk hidup selain manusia,keutamaan beliau dalam bertapa sangat melampaui orang pada umum nya.

Dikisah kan beliau melakukan perjalanan ke arah barat untuk menuju ke dataran tinggi dieng untuk menjalankan hidayah yang di dapatkan nya sewaktu bertapa,di perjalanan menuju ke barat tersebut beliau bertemu dengan hal-hal unik yang tak pernah ditemui nya selama berada di dalam kerajaan,pada suatu hari beliau melewati daerah medang kamulan di daerah sulur,di sana beliau mengheningkan cipta rasa dan beliau bertemu dengan eyang ajisoko,di dalam perjalanan spiritual nya beliau di beri wejangan agar menjaga kewaspadaan dan selalu ingat akan kebesaran Gusti kang murbeng jagad,dan beliau juga di beri sebuah cincin bermata putih yang mampu membelah angin,setelah beberapa hari di medang kamulan beliau menuju ke bledug kuwu dan beristirahat di dekat jeblukan lumpur yang setiap 2 menit sekali meletup bak sebuah gunung meletus tetapi kecil.

Bersama desir angin yang semilir perlahan,membuat eyang galogosari setangah terjaga setengah tertidur,di saat itu beliau di temui seorang pemuda tampan tinggi dengan berpakaian layak raja di sebuah kerajaan yang besar, eyang galogosari pun bertanya siapakah gerangan pemuda tampan ini,pemuda itu berjalan mendekati eyang galogosari setelah tepat di depan beliau,pemuda mengucapkan salam keselamatan untuk eyang galogosari,serta pemuda itu menceritakan jati dirinya juga kisah tempat yang di buat istirahat oleh eyang galogosari tersebut.

Pemuda itu adalah Eyang joko linglung dan dia menceritakan semua kisah ada nya bledug dan juga sejarah terjadi nya semua hal yang ada di lokasi itu pun sekitar nya,di awali dari ada nya kerajaan besar medang  dan bermula nya raja dewata cengkar sampai sang ayah nya prabu ajisaka,juga kisah perjalanan nya yang sangat melegend yaitu perjalanan spritual seorang anak yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari seorang ayah nya,juga tokoh-tokoh yang menjadi pendukung di kala dia sedang melakukan syarat dari ayah nya tersebut.

Hampir 2 hari eyang galogosari di bledug kuwu tanpa menyadari kalau waktu terus berjalan dan tujuan nya adalah ke dieng,karena di dalam hidayah nya beliau akan mendapatkan sebuah kanugrahan dari Sang hyang manon,di dalam wisik nya itu berupa Cahaya yang terang benderang di telapak tangan nya,karena setiap habis matahari lingsir wengi eyang joko llinglung hadir dan menceritakan kisah-kisah perjalanan nya,hingga eyang galogosari terlalu asik mengikutinya,sampai pada hari kedua itu beliau memutuskan untuk meneruskan perjalanan,karena di rasa semua nya sudah cukup untuk di ambil hikmah nya dari semua kisah yang di berikan eyang joko linglung.

Eyang galogosari melanjutkan perjalanan ke barat menyisir gunung kendeng selatan seperti sebelum-sebelum nya beliau bertemu dengan sesepuh-sesepuh di perjalanannya,karena beliau orang yang waskito dan mampu berkomunikasi dengan makhluk-makhluk Nya di alam manapun juga maka tak heran kalau beliau mendapatkan banyak tambahan ilmu yang manfaat dari para pendahulunya,walaupun lewat pertapaan-pertapaan nya di kala beliau istirahat dalam perjalanannya.

Setalah melanjutkan perjalanan nya semakin ke barat hingga tiba di daerah yang di enuhi hutan dan aliran sungai yang jernih,beliau di tepian sungai duduk sambil mencari ikan untuk mengganjal perut yang sudah berhari-hari tanpa isi,beliau menyisir sungai yang dangkal di saat yang bersamaan beliau bertemu dengan seekor kura-kura yang sangat besar,ukuran nya sebesar bukit anakan,terkejut eyang galogosari melihat nya,kura-kura hanya diam akan tetapi eyang galogosari mengerahkan semua kedigdayaan nya untuk melumpuhkan kura-kura tersebut,semua ilmu yang dimiliki oleh beliau sudah di kerahkan semua,tetapi kura-kura itu tak bergeming sedikit pun,sampai akhir nya kura-kura itu berbicara kepada eyang galogosari,dia mengatakan kalau sedang menjalankan tapa yang di utus oleh Sang Hyang Wenang,dia tidak akan mengganggu ataupun mencelakakan manusia bahkan dia di berikan pesan untuk mampu menjaga jika ada bencana yang merugikan manusia di sekitar nya,dari penjelasan kura-kura itu eyang galogosari minta maaf karena beliau sudah mempunyai niatan jahat sebelum mengetahui kebenaran yang ada,kemudian beliau pun bercerita kepada kura-kura itu maksud dari perjalanan nya dan juga tentang jatidiri nya,dari semua cerita beliau yang di dengarkan kura-kura tersebut akhir nya menjadikan kedua nya menjalin persahabatan yang erat,dan kura-kura pun memberikan sebuah pilihan bahwa dirinya yang sudah beratus-ratus tahun bertapa dan mengenal isyarat-isyarat Sang Hyang Wenang berkata ke eyang galogosari,makna dari hidayah beliau adalah pencarian tempat kadewatan Sang hyang Wenang yang juga di sebuat Dihyang atau dhiyeng,cukuplah bertapa di atas punggung ku,akan kau dapati kejernihan hati pikiran dan mengenal sang hyang wenang.

Sejenak memilah-milah rasa yang sempat bergejolak,eyang galogosari mengheningkan rasa di atas punggunng kura-kura dan di dalam pertapaan nya itu bertemu dengan Sang Hyang manon,wejangan demi wejangan yang di dapatkan beliau membuat kenyamanan yang tidak mampu di tuliskan bahkan di ceritakan,hingga sungai berubah arah dan kura-kura di tutupi tanah dan tumbuhan beliau tak kunjung kembali ke dunia nyata,sampai raga nya lambat laun terkikis menjadi kemayaan dan lenyap di atas punggung kura-kura yang kini berubah menjadi bukit tempat eyang galogosari dikenal,lalu cincin yang di berikan oleh eyang ajisaka berubah menjadi seekor burung perkutut putih yang selalu berada di sekitar petilasan pamoksan eyang galogosari.



Demikian kisah dari eyang galgosari yang kami dapat dari olah rasa di lokasi pamoksan beliau,jika ada kekurangan kami mohon maaf atas kebodohan kami,jika sudah membuat kepuasaan pembaca itu karena Alllah SWT yang memberikan rahmat dan kenikmatanNya kepada makhluk-makhlukNya.

"ORANG JAWA MAMPU MELUMPUHKAN TANPA MENYENTUH TUBUH"



Jayeng 18/07/2020

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer