MENUJU KESEMPURNAAN CAHAYA

 

Seorang musyafir sudah berminggu-minggu terlihat menginap di suatu petilasan leluhur di desa tempat pemuda bernama rojali tinggal. Di desa rojali ada sebuah petilasan yang sudah di bangun layak bagi para peziarah,maqom yang di cungkup dan juga teras nyaman bagi para peziarah dan juga musyafir yang hendak menginap atau istiqomah di petilasan itu. Eyang Nyai Sedah nama petilasan yang ada di desa rojali,menurut cerita masyarakat sekitar,Nyai Sedah adalah salah satu garwo atau istri selir raja mataram,beliau bertapa di situ untuk meminta kepada Gusti keinginan nya di kabulkan. Setelah di kabulkan beliau menjadi cikal bakal desa tersebut.

Sore hari saat matahari berjalan ke barat,suasana sejuk membelai senja,rojali berjalan menuju ke maqom nyai sedah untuk nyekar/ziarah. Sore itu rasa hati rojali seperti tak terbendung ingin sowan ke maqom nyai sedah,dengan membawa bunga dan dupa,pemuda itu menuruti keinginan jiwa nya menuju maqom nyai sedah cikal bakal desa nya. Dari kejauhan rojali melihat lelaki paruh baya duduk rokok an di teras maqom,beliau berperawakan kurus tapi berotot padat,wajah kalem,kulit putih,tatapan mata nya sayu tajam. Rojali melewati lelaki yang sedang duduk itu menuju langsung ke maqom, “ assalamualaikum “ salam rojali , “ wa alaikum salam “ sambil tersenyum hangat musyafir itu menjawab salam rojali.

Di bawah pohon beringin besar,bahkan jika di lingkar 8 orang belum tentu cukup,di bawah pohon itu lah maqom nyai sedah berada,rojali membakar dupa juga menabur bunga nya. Sekitar 30 menit rojali sowan suguh leluhur,dengan tahlil dan doa-doa di lantunkan rojali,pemuda jebolan pesantren ini. Selesai nya dari maqom rojali hendak pulang,dia melihat lelaki tadi sedang menyapu halaman sekitar maqom,semakin tertarik rojali dengan musyafir tersebut,akhir nya dia memutuskan untuk membantu menyapu. Ketika rojali mau mengambil sapu yang ada di pagar pinggir teras,musyafir itu melarang nya, “ sudah gus,biar saya saja yang membersihkan,tinggal sedikit juga selesai,duduk saja gus di teras,saya bikin kan kopi” kata musyafir itu sambil melanjutkan menyapu di sebelah maqom. Di maqom tersebut juga di lengkapi dengan dispenser air dingin panas sebagai fasilitas peziarah kalau haus atau pengen buat wedangan.

Rojali duduk sambil melihat-lihat sekitar maqom,dia mulai menyadari kalau maqom ini sekarang sudah berubah jadi bagus,dan nyaman juga bersih. Pohon-pohon tanaman baru juga membuat semakin sejuk sekitar maqom ini. “ ini silahkan di minum kopi nya” musyafir itu menyuguhkan wedang kopi ke rojali. “siapa nama mu gus” lanjut musyafir itu bertanya . “ rojali pak” jawab nya. Sambil menyedot rokok nya,musyafir itu tiba-tiba bercerita, “ nyai sedah ini karomah nya besar,bahkan beliau mampu menghidupi orang yang masih hidup di sekitar petilasan ini “, sambil melihat rojali beliau meneruskan cerita nya,” musyafir seperti saya bisa tetep hidup di sini,karea Gusti Moho Welas Asih mengijinkan nyai sedah untuk menggerakan orang sekitar untuk menaruh air minum juga makanan di maqom ini,suatu keberkahan untuk kami para musyafir “ sambil senyum beliau menyedot rokok nya lagi. Rojali terdiam sambil berpikir “ iya juga ya “ pikir nya. Nama saya huda dari jawa  ujung barat,sambil mengulurkan tangan nya ke rojali,dengan gagap rojali menyambut tangan pak huda.

“ Pak huda sudah lama menjadi musyafir”? Tanya rojali mengisi kosong nya bahasan. “ baru gus,sekitar 20 tahun “ jawab pak huda. Rojali menepuk jidat sambil berkata “ sudah lama itu pak”, “ hahahahaha” tawa pak huda.

“Owh ya kamu tadi berdoa apa di maqom nyai sedah gus ? “ Tanya pak huda, saya tahlil,tawasul dan doa yang ringan saja pak “ jawab rojali. “ aku cerita kan sedikit pengertian di lokasi ini, biar menambah wawasan mu sebagai generasi muda yang nguri-uri leluhur nya “.

“ Pohon dan batu selalu menjadi sebuah pertanda keberadaan orang-orang suci dari jaman dahulu,karena mereka meyakini semesta mempunyai kebesaran yang tiada tara,dengan bercengkrama bersama semesta lah keselarasan kita akan terwujud,dari doa yang terkabul juga kesejatian diri yang tertata. Di dalam semua agama keyakinan dari jaman dulu sampai sekarang pengertian tentang renkarnasi sudah di jelas kan gamblang,akan tetapi penyebutan nya yang berbeda-beda kadang membuat para pelaku-pelaku nya saling debat dan berujung keangkara murkaan. Seorang pendeta,resi,bante,bikhu,romo,kyai atau apapun sebutan bagi pemimpin umat selalu menempuh jalur kesempurnaan di ujung masa hidup nya,biasa nya di umur kepala 40 an mereka mulai meuju kea rah penempaan diri mencapai kesejatian hidup. Bagi para penganut faham kasepuhan,entah dari keyakinan manapun pasti nya akan melalui proses penempaan diri luar biasa,dari melakukan pertapaan,gentur raga yang sering di lakukan oleh kebanyakan orang pada umum nya. Renkarnasi,kebangkitan,atau syafaat adalah satu arti dan makna yang sama namun beda penyebutan nya saja di agama keyakinan yang ada di jaman sekarang. bagi orang jaman dulu kesempurnaan sejati adalah puncak spiritual yang wajib di capai,pamoksa diri adalah jalan paling terbaik untuk menuju ke cahaya kasempurnaan,maka mereka berlomba-lomba mencari petunjuk alam semesta tentang  jalan menuju kesempurnaan sejati setelah raga kita tinggalkan. Akan tetapi tidak sedikit pula seorang pemuka keyakinan yang tidak mencari hal tersebut,entah mereka tidak mampu menuju ke jalan spiritual itu,atau memang sudah terlena dengan dunia yang menghanyutkan akal pikiran nafsu nya.

Bagi mereka yang moksa dengan jasad utuh di tanah,maka akan bersatu dengan cahaya kesempurnaan yang langgeng,akan tetapi banyak pula mereka yang tidak sampai ke puncak kesempurnaan karena umur mereka yang tidak kuat lagi menampung raga,di situlah terjadi kebangkitan,renkarnasi atau syafaat tersebut. Bagi resi,pemdeta,romo,kyai yang suci hati akal pikiran nya tetapi di tengah penempaan nya tadi umur nya keburu habis,maka beliau-beliau mengalami perjalanan renkarnasi kembali kedalam tumbuhan dan hewan. Karena mereka hanya menghabiskan sisa penempaan nya di kawah condro dimuko tanpa lagi harus mempunyai nafsu keinginan dan akal,hanya diam di dalam wadah tumbuhan dan hewan,sebagai perentara penitisan cahaya-cahaya kebaikan.

Jadi dari jaman dulu leluhur-leluhur kita menghormati pohonan dan hewan bukan karena musrik,tetapi sudah memahami makna alam bahwa di dalam makhluk ada cahaya keilahian yang sedang menempuh perjalanan suci untuk bersatu kembali dengan cahaya agung. Sambil minum kopi,pak huda bertanya “ paham gus?” rojali mengangguk asal menganguk,dia memikirkan benar-benar kajian yang dalam ini.

Pesan pak huda “ Jangan sombong,karena di dalam kesombongan banyak kelemahan yang menjauhkan ketauhid an” “ jangan membenci,karena kebencian akan membakar semua hajat-hajat harapan mu di masa depan “ “ lihat lah makhluk hidup dari cahaya yang ada di dalam raga nya,pada dasar nya cahaya kita adalah sama “ tak terasa adzan magrib berkumandang,pak huda menyuruh rojali pulang dan merenungkan semua kajian ini.

 

Jayeng 4/10/22

16:27

suren

 

Komentar

Postingan Populer